Carut Marut UN : UJIAN NASKELENG

Aku bertanya dalam hati ini, benarkah kalau aku menulis judul tulisanku seperti di atas?
mungkin ada yang setuju ada pula yang tidak setuju itu wajar saja, ini blog pribadiku aku mau menulis apa yang aku rasakan.
UN yang di elu elukan oleh orang sok pintar, mengatakan UN ini akan meningkatkan kualitas pendidikan Endonesa, untuk meningkatkan semangat belajar, dll sebagainya diocehkan oleh dia yang duduk manis cuma mengeluarkan kebijakan namun tak tau apa yang sebenanya terjadi di bawah sini.
Biaya yang dikeluarkan tidak sedikit, cukup bahkan lebih kalau digunakan untuk membuat sekolah dan menggaji guru di daerah terpencil yang anak anaknya kesekolah harus menyeberang sungai, naik gunung dan tentunya turun gunung lagi setelah itu.

KONONNYA SANGAT RAHASIA, SAMPAI SALAH CETAK PUN DI RAHASIAKAN

Iya UN memang bagus digunakan untuk evaluasi hasil pendidikan anak selama ini apalagi dengan pembaharuan pembaharuan yang dilakukan untuk standar kelulusannya, yang dulunya murni nilai UN kini dikombinasikan dengan nilai rapot dengan perhitungan 60% : 40%.  Iya perbaikan itu tentu lebih baik karena pendidikan selama 3 tahun disekolah yang nilainya dalam rapot tidak dibuang begitu saja.
Mungkin tulisan ini tidak lengkap data datanya, namun dari pengamatan pribadi saya yang terbatas, saya tidak melihat hasil yang sangat signifikan dalam kemajuan pendidika Endonesa, masih banyak anak anak yang putus sekolah karena biaya pendidikan yang tinggi, banyak sekolah yang rusak dan tak ada guru, ini menimbulkan pertanyaan, kenapa Endonesa tidak memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan dulu, baru melaksanakan evaluasi secara Nasional bukan secara Naskeleng, iya kenapa aku sebut naskeleng?
Pertama, standart kelulusan di pukul rata antara sekolah yang sarana dan prasarannyaa lengkap dengan sekolah yang sarana dan prasarananya gak lengkap. Oke ada yang menjawab  itu sebuah tantangan bagi sekolah yang tidak lengkap prasarananya agar bisa bersaing dengan sekolah yang sarana dan prasarananya lengkap. Pertanyaan pun timbul, kita belajar untuk bersaing? sekolah didirikan untuk mendidik anak anak bersaing?  kemudian kalau sudah sukses bersaing negara ini akan terbebas dari para korupsi dan perusak alam?
Kedua : UN ajang evaluasi untuk melihat hasil pendidikan secara berkala, namun alat evaluasinya masih amburadol, paket dibuat banyak banyak, yang sampai bingung tukang cetaknya sehingga nyetaknya pun ala sekedar tercetak,sampai saking rahasinya soalnya salah cetak pun tidak diketahui tau alasannya soal di cetak banyak variase sampai 20 paket? iya konon agar anak anak tidak bisa nyontek,  berarti pemerintah itu sudah meragukan kejujuran anak didiknya sendiri, waduh generasi penerus bangsa kok diragukan, piye to pak beye...

JAWABANNYA CD (bukan daleman)
 Ketiga : Polisi sampai mengawal soal UN ini, biar gak bocor jawabannya, itu artinya panitia penyelenggara sekolah, kabupaten dan provinsi masing masing tidak di akui kejujurannya oleh pemerintah,,,sehingga sampai di utus lah polisi untuk menjaga.
kalian tau aturan dibuat untuk dilanggar? haha..itu yang sering terjadi di Endonesa ini, seketat apapun soal UN di jaga tetap saja ada kebocoran jawaban yang beredar ke anak anak sebelum UN mereka jalani.

 BAGAIMANA KALAU UJIAN NASIONAL DIHAPUS SAJA?

Di tengah carut-marutnya penyelenggaraan UN marilah kita berpikir ulang tentang perlu-tidaknya UN. Namun, hasil pemikiran kita ini hendaknya tidak pretensikan akan didengar atau dilirik oleh para pengambil kebijakan. Syukur-syukur kalau didengar. Bila tidak didengar, cukuplah untuk bahan perenungan kita sendiri atau mungkin diperjuangkan dengan berbagai cara.
Telah lama pro-kontra pelaksanaan UN terjadi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersikukuh bahwa UN harus dilaksanakan. Standar kualitas lulusan secara nasional adalah satu-satunya alasan yang paling penting diselenggarakannya UN. Itu pun di masa lalu diputuskan dengan canggung. Kadang-kadang disebutkan bahwa UN hanya untuk pemetaan tentang kondisi sekolah-sekolah di seluruh Endonesa. Kenyataannya, publik sampai sekarang tidak dapat mengakses informasi tentang peta pendidikan di Endonesa.
Sekarang to the point saja. Sebaiknya UN tidak lagi dilakukan untuk menentukan kelulusan siswa. Menurut Juru Bicara Kemendikbud barusan di sebuah TV swasta , UN menentukan kelulusan dengan proporsi 60%, sedangkan ujian sekolah proporsinya 40%. Kalaupun mau diselenggarakan, UN harus benar-benar HANYA untuk pemetaan tentang kualitas sekolah secara nasional.
Pada prinsipnya UN lebih baik ditiadakan saja. Mengapa?
(1) Kelulusan anak sekolah ditentukan oleh penyelenggara sekolah, khususnya pengajarnya. gak adil kelulusan ditentukan oleh pihak lain yang tidak mengajar anak tersebut. Ini merupakan prinsip dasar evaluasi pendidikan. Karena kelulusan sekolah melibatkan beberapa mata pelajaran, maka penentuannya dikoordinasikan oleh sekolah.
(2) Secara teknis dan prosedur UN akan mengalami hambatan yang sangat berat. Wilayah geografis Endonesa sangat luas. Infrastruktur pendistribusian soal ujian masih buruk. Mentalitas kejujuran masih rendah.
(3) Dari sisi praktik selama ini belum dapat dilihat dengan signifikan pengaruh UN terhadap peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
(4) Dampak penyelenggaraan UN justru mengarah pada hal-hal yang ironis dengan tujuan pendidikan. Kecurangan terjadi di mana-mana, baik yang dilakukan oleh guru, sekolah, maupun siswa, atau bahkan yang lain. Itu karena dari awal mereka tidak dipercayai oleh pemerintah jadi yaa ikut curang kayak para pejabat gitu.
(5) Biaya yang diperlukan sangat besar. Untuk tahun ini saja diperlukan Rp 543,45 miliar. Uang sebanyak ini dapat dialihkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau memperluas akses masyarakat miskin terhadap pendidikan.
Kalau UN dihapus, lalu bagaimana dengan standar kualitas?
Bila UN dihapus tidak berarti standar pendidikan nasional tidak bisa dicapai. UN adalah salah satu instrumen saja. Masih ada instrumen yang lain. Apa?
(1) Dengan meningkatkan efektivitas supervisi, meningkatkan kualitas guru di seluruh Endonesa, memperbaiki infrastruktur sekolah, menambah koleksi perpustakaan.
(2) Dengan menyelenggarakan ujian bersama beberapa sekolah (misalnya ujian tingkat kabupaten) dengan mekanisme yang baik yang melibatkan semua sekolah yang siswanya hendak diuji.
(3) Dengan meningkatkan efektivitas akreditasi sekolah. Hasil akreditasi dapat digunakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan di sekolah-sekolah. Secara nasional, hasil akreditasi sekolah juga dapat dijadikan bahan untuk memetakan kondisi pendidikan di seluruh Endonesa.
Satu lagi dasar logis perlu dihapusnya UN adalah dengan melihat penyelenggaraan perguruan tinggi. Di Endonesa hingga saat ini tidak diadakan Ujian Nasional untuk perguruan tinggi yang sifatnya serentak seperti UN SMP dan/atau SMA/SMK. Toh hal ini tidak menjadi masalah. Misalnya, Jurusan Ilmu Korupsi diselenggarakan banyak perguruan tinggi dari Puncak Gunung sampai Puncak Bukit baik negeri maupun swasta, namun tidak pernah diadakan Ujian Nasional Jurusan Ilmu Korupsi di seluruh Endonesa
Dengan dihapuskannya UN otonomi daerah dikedepankan. Prakarsa atau kreativitas orang-orang daerah dihargai. Tidak seperti sekarang, daerah-daerah seolah dianggap tidak mampu dan tidak dipercaya menyelenggarakan ujian yang bermutu bagi siswa-siswanya. Selain itu, hal ini juga mengurangi sentralisme pendidikan yang berlebihan. UN nasional selama ini juga menjadi "lahan basah" bagi orang-orang tertentu di pemerintahan sana.
lah terus mau terus UN kayak begendang??

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Serombotan Makanan Khas Klungkung

Guru Boleh Telat, Kenapa Siswa Tidak Boleh Telat?

Nyepi dan Secuil Kotorannya yang Perlu di Bersihkan #EarthHour #SaveBALI #SaveWorld